Aku pernah punya kucing, tepatnya anak kucing. Anak kucing yang lucu, lincah dan ceria. Kucingku juga pintar. Kesehariannya adalah bermain denganku.
Seperti biasa, kuberi makan kucingku. Makanan yang setiap harinya dia makan, juga tak lupa minumnya. Keduanya kutaruh di tempat yang sama, sama di setiap harinya. Kucingku hafal betul tempat itu, tempat yang selalu dekat dengannya ketika ia lapar. Seolah berkata denganku 'hey, aku sudah lapar, aku tak bisa mengambil makananku sendiri'.
Suatu hari kucingku terlihat lesu, ia duduk di tempat yang tidak biasanya. Boneka dan bola yang setiap harinya ia mainkan hari ini belum berpindah tempat, bahkan belum disentuhnya. Ya, boneka yang sedikit rusak karena cakarnya yang belum kuat itu. Boneka yang sedikit rusak karena giginya yang belum kuat.
Karena khawatir, aku membawa kucing ke seorang dokter hewan yang terkenal. Namun di luar dugaan, sang dokter berkata dengan yakin 'kucingmu tidak sakit'.
Hey kucing, kuberi kau makan dan minum seperti biasanya, bahkan aku tak pernah lupa. Setiap hari kuajak kau bermain, aku selalu ingat wajah ceriamu. Meskipun aku tau, seekor kucing tak mampu menunjukkan raut sedihnya.
Sepertinya dia lelah, setiap hari berlari kesana kemari tau mungkin dia bosan.
Malam ini dingin, kucingku tak tidur di tempat biasanya. Malam hari aku termenung, kucingku merasuk pikiranku. Sungguh tak seperti biasanya. Memikirkan apa yang harus aku lakukan untuknya. Terlintas pikiran untuk memberinya makanan spesial, bukan makanan yang setiap harinya dia makan. Terlintas pula di pikiran untuk membawanya berkeliling bermain, bukan bermain di tempat biasanya. Aku pun tersenyum.
Keesokan paginya, sangat pagi sekali, udara masih dingin, beberapa masjid masih mengumandangkan iqomad. Sang kucing meringkuk di tempat yang tidak biasa lagi. Namun bukan di tempat sebeleumnya, tempat terakhir aku melihatnya malam tadi.
Badannya lesu, bulunya tetap hangat, namun kehangatan bulunya sudah tak ada gunanya lagi. Karena sang kucing tak perlu dihangatkan lagi. Rencana tadi malam pun tak teringat lagi.
Seperti biasa, kuberi makan kucingku. Makanan yang setiap harinya dia makan, juga tak lupa minumnya. Keduanya kutaruh di tempat yang sama, sama di setiap harinya. Kucingku hafal betul tempat itu, tempat yang selalu dekat dengannya ketika ia lapar. Seolah berkata denganku 'hey, aku sudah lapar, aku tak bisa mengambil makananku sendiri'.
Suatu hari kucingku terlihat lesu, ia duduk di tempat yang tidak biasanya. Boneka dan bola yang setiap harinya ia mainkan hari ini belum berpindah tempat, bahkan belum disentuhnya. Ya, boneka yang sedikit rusak karena cakarnya yang belum kuat itu. Boneka yang sedikit rusak karena giginya yang belum kuat.
Karena khawatir, aku membawa kucing ke seorang dokter hewan yang terkenal. Namun di luar dugaan, sang dokter berkata dengan yakin 'kucingmu tidak sakit'.
Hey kucing, kuberi kau makan dan minum seperti biasanya, bahkan aku tak pernah lupa. Setiap hari kuajak kau bermain, aku selalu ingat wajah ceriamu. Meskipun aku tau, seekor kucing tak mampu menunjukkan raut sedihnya.
Sepertinya dia lelah, setiap hari berlari kesana kemari tau mungkin dia bosan.
Malam ini dingin, kucingku tak tidur di tempat biasanya. Malam hari aku termenung, kucingku merasuk pikiranku. Sungguh tak seperti biasanya. Memikirkan apa yang harus aku lakukan untuknya. Terlintas pikiran untuk memberinya makanan spesial, bukan makanan yang setiap harinya dia makan. Terlintas pula di pikiran untuk membawanya berkeliling bermain, bukan bermain di tempat biasanya. Aku pun tersenyum.
Keesokan paginya, sangat pagi sekali, udara masih dingin, beberapa masjid masih mengumandangkan iqomad. Sang kucing meringkuk di tempat yang tidak biasa lagi. Namun bukan di tempat sebeleumnya, tempat terakhir aku melihatnya malam tadi.
Badannya lesu, bulunya tetap hangat, namun kehangatan bulunya sudah tak ada gunanya lagi. Karena sang kucing tak perlu dihangatkan lagi. Rencana tadi malam pun tak teringat lagi.