Dalam beberapa hari terakhir halaman media cetak dan tayangan media elektronik tidak pernah sepi dari kisah drama dua bocah, Marrieta Nova Triani (14) dan Febriari Irianto alias Ari (18). Ari dituduh melarikan Nova dan mencabuli gadis di bawah umur. Ari terancam pidana bui 9 tahun. Tentu saja, ini bukan berita menarik, kecuali fakta bahwa mereka berdua mulai berkenalan melalui situs jejaring sosial Facebook. Bahkan, Ari dalam informasi profil Facebook menulis telah menikah dengan Nova.
Beberapa minggu sebelumnya, media massa memberitakan pelarangan penggunaan Facebook oleh PNS di Kabupaten Bantul. Baru-baru ini, di Mesir, Facebook pun dituduh menjadi salah satu biang maraknya kasus perselingkuhan dan perceraian. Bahkan beberapa ulama mengharamkan penggunaan Facebook. Seorang kawan penulis, beberapa bulan yang lalu pun tertipu melalui Facebook karena pemalsuan informasi. Semua kasus di atas, adalah contoh sisi gelap Facebook yang telah menghubungkan lebih dari 200 juta manusia di muka bumi dan setiap minggunya sebanyak 5 juta anggota baru bergabung.
Hadirnya jejaring sosial, seperti Facebook, Friendster, Twitter, LinkedIn, dan lainnya adalah sebuah fenomena yang tidak biasa. Jejaring sosial ini telah membuka beragam kemungkinan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Jejaring antar pengguna dapat dengan mudah terbentuk. Teknologi ini telah mengubah pola hubungan sosial.
Beragam manfaat telah dipetik karena pola hubungan sosial yang berubah ini. Pemasaran berbasis Facebook merupakan ‘modus operandi’ baru dalam menarik perhatian untuk menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan. Tak terhitung komunitas dan lembaga yang menggunakan Facebook untuk merekatkan komunikasi dan kerjasama. Hubungan antar kolega, sahabat, kawan pun dapat menjadi lebih erat. Di beberapa universitas, Facebook telah digunakan sebagai pendukung proses pembelajaran. Daftar manfaat Facebook ini masih dapat diperpanjang.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa kasus pada pengantar tulisan ini dapat terjadi? Kurangnya edukasi dan pemahaman terhadap sisi negatif dan positif teknologi secara seimbang adalah penyebabnya. Sebagai halnya teknologi yang lain, Facebook juga hadir dengan dua sisi; positif dan negatif, terang dan gelap, manfaat dan mudlorot.
Ketika sisi negatif teknologi yang mengemuka, tidak jarang, kita kehilangan akal sehat dalam mengambil kesimpulan dan cenderung menghakimi. Sebaliknya, ketika hanya sisi positif yang ditonjolkan, seringkali kita terlena dan tidak waspada atas potensi negatifnya. Pemahaman yang komprehensiflah yang akan menjadikan seseorang bijak dalam memanfaatkan teknologi, dengan mengeksploitasi manfaat dan meminimalkan mudlorot.
Dalam kasus Facebook, pada tingkatan teknis, beberapa saran dapat diberikan.Pertama, tuliskan informasi dengan benar. Nama, jender, dan beberapa informasi inti seperti tanggal lahir jika diperlukan, seharusnya diberikan dengan benar. Kecuali, jika kita tidak menginginkan Facebook sebagai perekat komunikasi dengan kolega, sahabat, dan kawan. Penulis pernah kecewa dengan seorang kawan yang menulis tanggal lahir yang salah dengan sengaja. Ketika mengucapkan selamat ulang tahun, bukan rasa persahabatan yang muncul tetapi justru kekecewaan karena ternyata kawan tersebut tidak sedang berulangtahun.
Namun demikian, kedua, jangan semua informasi kita muat di sana. Informasi yang dapat menimbulkan potensi mudlorot atau disalahgunakan orang lain, seperti nomor rekening pribadi, ungkapan emosional yang tidak pantas, atau gambar-gambar yang tidak layak tonton, seharusnya tidak dimunculkan. Ingat, ketika kita menghapus tulisan atau gambar kita, orang lain mungkin telah mengunduh atau menyalinnya.
Saya yakin kita masih ingat kasus Evan Brimob beberapa waktu yang lalu. Ketika kita buka mesin pencari, seperti Google, dan ketikkan Evan Brimob, kita akan temukan ratusan ribu entri berita miring tersebut, meskipun Evan telah menghapus tulisan dan mungkin gambar dalam halaman Facebooknya.
Ketiga, manfaatkan Facebook untuk melakukan komunikasi yang sehat. Komunikasi yang tidak sehat, seperti kasus Nova dan Ari, serta CLBK alias cinta lama bersemi kembali adalah sindrom yang berbahaya ketika tidak dikendalikan. Facebook memberikan ruang yang luar biasa longgar untuk penyalahgunaan ini, selonggar peluang pemanfaatannya untuk kebaikan. Banyak cara melakukan komunikasi sehat. Contoh kecil, seorang sahabat, setiap pagi selalu membuat status “Selamat pagi semuanya”. Seorang sahabat lain, setiap Senin, menulis,“Mari memulai minggu dengan puasa Senin”. Setiap penulis membacanya, ada suasana persahabatan dan keteduhan yang muncul.
Jika demikian, mengapa masih ada orang yang menggunakannya untuk kejahatan dan sesuatu yang negatif? Jangan salahkan Facebook ketika pengendalian diri tidak dilakukan. Jika kita masih menyalahkan Facebook, nampaknya kita perlu juga menyalahkan teknologi telepon, cetak, dan penyiaran. Teknologi ini juga mempunyai dampak negatif tidak kalah dengan yang dimungkinkan oleh Facebook. Perbuatan negatif dan kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja, bahkan tanpa teknologi, seorang diri, dan di kamar sekalipun. Hanya pemahaman yang baik dan pengendalian dirilah yang membentengi. Wallahu a’lam.